Kamis, 21 Mei 2015

Tinjauan Tentang Teori Kebutuhan

Maslow (Iman, 1994:93-57) dalam teori hirarki kebutuhan manusianya mengklasifikasikan kebutuhan manusia menjadi lima tingkatan, sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis (psychological needs), yaitu kebutuhan akan sandang, pangan dan papan, yang merupakan kebutuhan primer.

2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), yaitu kebutuhan akan keamanan jiwa dan harga diri.

3. Kebutuhan sosial (social needs), terdiri dari:
  • kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dalam hidup bermasyarakat dan bekerja (sense of belonging).
  • Kebutuhan akan perasaan dihormati karena manusia merasa dihnya penting (sense of importance)
  • Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement).
  • d. Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation)
4. Kebutuhan akan prestise (esteem needs). Prestise yang timbul karena prestasi, tapi ada pula yang berdasarkan kepada keturunan. Prestise yang timbul karena prestasi adalah sesuatu yang diusahkan, dan semakin tinggi kedudukan seseorang, prestisenya semakin baik.

5. Kebutuhan mempertinggi prestasi kerja (self actualization)
Dengan melihat berbagai kebutuhan di atas, hendaklah pimpinan organisasi memberikan peluang dan kesempatan kepada bawahan untuk memenuhi tingkat kebutuhan tersebut secara simultan. Keberhasilan seorang pimpinan dalam melaksanakan ini, merupakan indikasi bahwa pimpinan tersebut telah berhasil mensinkronkan tujuan organisasi dengan tujuan pribadi orang-orang yang ada daiam organisasi itu. Di sini dapat dikatakan, organisasi sebagai sebuah wadah dan sebagai sebuah proses sudah berada pada fungsinya yang tepat.
 
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow ini terdapat sambutan yang amat positif dibidang menejemen organisasi. Pemberian tanggung jawab, promosi dan pujian dianggap motivator yang lebih efektif dibanding hadiah berupa barang atau uang pada karyawan yang jabatannya lebih tinggi.
Uraian lebih tanjut tentang lima kebutuhan itu adalah sebagai berikut:
 
a. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis biasanya dijadikan titik tolak dalam teon motivasi. Pernenuhan terhadap kebutuhan ini menjadi titik awal untuk meraih kebutuhan-kebutuhan yang berada di atasnya. Pada sisi lain pemenuhan kebutuhan tersebut dalam keadaan berimbang dengan kekurangannya. Dengan kata lain, jika kebutuhan itu terpenuhi dengan baik ia akan menjadi kebutuhan lagi. Maka perilaku diarahkan untuk meraih kebutuhan yang berada di atasnya. Sementara jika rasa lapar masih mendera, maka perilaku manusia bersifat stagnan untuk diarahkan kepada tingkat kebutuhan yang lebih tinggi. Bagaimanapun keadaannya pemenuhan kebutuhan perut (makan), pakaian merupakan hal yang paling mendasar. Karena itu merupakan hal mustahil menuntut semangat kerja dan disiplin yang tinggi kepada karyawan/ pegawai yang dalam keadaan lapar.
 
b. Kebutuhan akan keselamatan
Jika kebutuhan fisiologis relatif terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan baru yang tidak kurang pentingnya. Kebutuhan akan keselamatan, keamanan, kemantapan, bebas dari rasa takut, cemas, kekalutan dan sebagainya.
Kebutuhan ini merupakan pengatur yang bersifat eksklusif yang menyerap semua kapasitas organisme untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pemenuhan kebutuhan ini membawa dampak kepada perasaan hati yang tenang, karena perasaan hati timbul sebagai reaksi-reaksi rasa dari segenap organisme psiko-fisik manusia.
 
c. Kebutuhan sosial
Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keselamatan terpenuhi, maka akan muncuil kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan masalaha sosiai, seperrti rasa cinta, rasa kasih, rasa memiliki, ikut berpartisipai dalam berbagai kegiatan dan sebagainya. Seorang individu yang berada dalam sebuah kelompok memerlukan rasa kasih sayang dari orang-orang yang berada di sekitarnya. la haus akan suasana kekeluargaan mencari saluran untuk menumpahkan uneg-uneg dalarn hatinya. Maka untuk mencapai hal ini, seseorang akan berupaya lebih giat lagi.

d. Kebutuhan akan harga diri
Semua orang dalam masyarakat mempunyai kebutuhan dan keinginan akan penilaian yang mantap, tidak dilecehkan dan dihormati oleh orang lain sesuai dengan statusnya, Karena itu orang akan berupaya untuk meraih dan mendapatkan sesuatu agar harga dirinya baik menurut pandangan masyarakat. Seseorang ingin mempunyai kekuatan, prestasi, kecukupan dalam kehidupan, kepercayaan diri, nama baik, gengsi, popularitas, martabat yang tinggi, pengakuan dan dominasi, yang akan kesemuanya itu bermuara pemenuhan kebutuhan akan harga diri.

e. Kebutuhan akan perwujudan diri
Bentuk khusus dari kebutuhan ini akan berbeda pada setiap orang sesuai dengan perbedaan individual. Pada seseorang kebutuhan ini berupa bapak yang berwibawa, pada yang lain dapat berupa seorang artis atu atlet, sementara yang terungkapkan lewat coretannya di atas kanvas.
Menurut Irwanto bahwa perilaku manusia dikuasai oleh the actualizing tendency, yakni sesuatu kecenderungan intern manusia untuk mengembangkan kapasitasnya sedemikian rupa untuk memelihara dan mengembangkan diri. Motivasi yang timbul akibat kecenderungan ini meningkatkan kemandirian dan mengembangkan kreativitas.

Dalam dunia kerja, peningkatan kemandirian dan pengembangan kreativitas berkaitan erat untuk mencapai kepuasan kerja, yang menurut Herzberg (Siagian), dipengaruhi oleh faktor-faktor intrinsik yang meliputi: (1) achievement (keberhasilan pelaksanaan); (2) recognition (pengakuan); (3) the work it self (pekerjaan itu sendiri); (4) responsibility (tanggung jawab); dan (5) advencement (pengembangan)
Sementara yang dapat menimbulkan rasa tidak puas adalah: (1) company policy and administration (kebijaksanaan dan administrasi perusahaan); (2) technical supervision (supervisi); (3) interpesonal supervision (hubungan antar pribadi); (4) working condition (kondisi kerja); dan (5) wage (gaji/upah).
Teori ini berkaitan erat dengan pengembangan sikap dan perilaku pegawai dalam hubungan kerja. Misalnya dengan keyakinan bahwa bekerja itu ibadah, lahir sikap antusias, yaltu bekerja dengan rajin dan bertanggung jawab. Sikap sulit diamati karena berbentuk kecenderungan. Sedangkan perilaku dapat diamati, diukur, karena ia terlihat menurut penampakannya, baik melalui bahasa, isyarat, gerak maupun alat (sarana teknologi) yang digunakan sebagai aids (audio-visual aids) atau sebagai sumber daya manusia.
Komitmen pekerja yang tinggi terhadap pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggung jawab akan membuahkan hasil yang tinggi, sehingga dapat memberikan sumbangan berarti bagi organisasi. Sebaliknya, komitmen yang rendah akan membawa kehancuran organisasi yang pada gilirannya menjadi organisasi paranoid.
 
Agar komitmen yang kuat selalu terpelihara, harus ditunjang oleh kebijaksanaan organisasi yang berimbang antara manajer dan bawahan dalam bidang teknik supervisi, hubungan antsar pribadi, kondisi kerja, serta upah. Pertimbangan berarti menempatkan sesuatu secara proporsional sehingga masing-masing orang tidak merasa dirugikan dalam situasi seperti ini akan lahir budaya berkompetisi yang sehat.
Facebook Twitter Google+

Back To Top